Jumat, 06 November 2020

SALAFI dan AHLUSSUNNAH WAL JAMA'AH



 2.1  Pengertian Salafi

Wahabi (Wahabiyah, Wahabisme) dan Salafi (Salafiyah, Salafisme) menjadi “trending topics” dalam wacana gerakan Islam akhir-akhir ini. Keduanya digambarkan dalam media-media Barat dan sekuler sebagai kelompok “radikal”, militan, garis keras, atau konotasi negatif lainnya.

Di sisi lain, hampir semua ormas Islam menyatakan diri bermadzhab atau aliran Ahlus Sunnah wal Jamaah.

WAHABI

Nama atau istilah Wahabi tidak lepas dari pemikiran dan perjuangan ulama Arab Saudi, Syekh Muhammad bin Abdul Wahhab. Ia dikenal sebagai ulama pembaharu atau penyeru pemurnian (purifikasi) pemahaman dan pengamalan ajaran Islam.

Ia berdakwah memerangi perilaku syirik, bid’ah, khurafat, dan tahayul di kalangan umat Islam. Abdul Wahab menilai, kemunduran umat Islam terjadi karena mereka sudah jauh dari Islam yang murni, yakni praktik ibadahnya sudah bercampur dengam hal-hal berbau bid’ah, khurafat, dan tahayul yang tidak ada ajarannya dalam Islam.

Muhammad bin Abdul Wahhab (1701 – 1793 M) lahir di Kampung Ainiyah, Najd, Arab Saudi, dari kabilah Bani Tamim. Bukunya bertajuk Kitab al-Tauhid. Para murid dan pendukungnya disebut Wahabi.

Namun, para pendukungnya menolak disebut Wahabi, karena pada dasarnya ajaran Ibnu Wahhab adalah ajaran Nabi Muhammad Saw, bukan ajaran tersendiri. Karenanya, mereka lebih memilih untuk menyebut diri mereka sebagai Salafis atau Muwahhidun, yang berarti “satu Tuhan”.

Ia memberantas khurafat seperti menganggap “keramat” makam para ulama yang dinilai berbahaya bagi tauhid umat. Sikap tegas dan tanpa kompromi dalam masalah akidah membuat ia dikenai banyak tuduhan atau fitnah.

Abdul Wahab wafat tanggal 29 Syawal 1206 H/1793 M, dalam usia 92 tahun. Jenazahnya dikebumikan di Dar’iyah (Najd). Demikian catatan singkat tentang Wahabi atau Abdul Wahab berdasarkan sumber-sumber yang kami miliki dan yakini kebenarannya.

Salaf, Salafi, Salafy, Salafiyah, atau Salafiyun secara bahasa artinya para pendahulu, generasi awal umat Islam. Generasi Salaf merupakan sebutan bagi para sahabat Rasulullah Saw, yaitu orang-orang beriman yang dekat dan sezaman dengan beliau, dan para pengikut mereka (tabi’in) serta generasi sesudahnya (Tabi’ut Tabi’in). Mereka tiga generasi terbaik umat Muslim dan memberikan contoh bagaimana Islam dipraktekkan.

Para sahabat digelar “khairu ummah”, sebaik-baik manusia. Mereka paling paham agama dan paling baik amalannya. Sabda Rasulullah Saw: “Sebaik-baik manusia adalah generasiku kemudian generasi setelahnya kemudian generasi setelahnya”.

Salaf atau kelompok Salafy adalah mereka berkomitmen di atas Al-Quran dan Sunnah Rasulullah Saw.

Istilah Salafy juga biasa dialamatkan kepada Ahlus Sunnah wal Jamaah dikarenakan berpegang teguh kepada Al-Quran dan As-Sunnah.

Kelompok Salafy, pasca generasi awal kaum Muslim itu, tidaklah dibatasi atau ditujukan kepada jamaah organisasi tertentu, daerah tertentu, pemimpin tertentu, partai tertentu, dan sebagainya. Jadi, tidak eksklusif atau bukanlah kelompok eksklusif.

“Dan orang-orang yang terdahulu lagi pertama-tama (masuk Islam) dari kalangan Muhajirin dan Anshar, serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, mereka kekal abadi di dalamnya. Itulah kesuksesan yang agung.” (QS. At-Taubah: 100).

Dalam ayat tersebut Allah SWT tidak mengkhususkan ridha dan jaminan surga-Nya untuk para sahabat Muhajirin dan Anshar semata, tetapi juga bagi orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik.

Ibrahim Madzkur menguraikan karakteristik ulama salaf atau salafiyah sebagai berikut:

1.                   Mereka lebih mendahulukan riwayat (naql) daripada dirayah(aql).

2.                  Dalam persoalan pokok-pokok agama (ushuluddin) dan persoalan-persoalan cabang agama (furu’ad-din), mereka hanya bertolak dari penjelasan Al-Kitab dan As-Sunnah.

3.                  Mereka mengimani Allah tanpa perenungan lebih lanjut (tentang dzat-Nya) dan tidak pula mempunyai faham anthropomorphisme.

4.                  Mereka mengimani ayat-ayat Al-Qur’an sesuai dengan makna lahirnya, dan tidak berupaya untuk menakwilkannya.

 

 

 

2.2  Pengertian Ahlussunnah Wal Jama’ah

Ahlussunnah wal Jama’ah merupakan salah satu dari beberapa aliran Kalam. Adapun ungkapan Ahl al-Sunnah (sering juga disebut dengan sunni) dapat dibedakan menjadi dua pengertian, yaitu umum dan khusus. Sunni dalam pengertian umum adalah lawan kelompok Syi’ah. Dalam pengertian ini, Mu’tazilah sebagaimana Asy’ariyah masuk dalam barisan Sunni. Sementara Sunni dalam pengertian khusus adalah madzhab yang berada dalam barisan Asy’ariyah dan merupakan lawan dari Mu’tazilah. Pengertian yang kedua inilah yang dipakai dalam pembahasan ini.

Ahlussunnah Wal Jama’ah merupakan gabungan dari kata ahl assunnah dan ahl al-jama’ah. 2 Dalam bahasa Arab, kata ahl berarti “pemeluk aliran/ mazhab” (asha>b al-mazhabi), jika kata tersebut dikaitkan dengan aliran/ madzhab. Kata al-Sunah sendiri disamping mempunyai arti al-hadits, juga berarti “perilaku”, baik terpuji maupun tercela. Kata ini berasal dari kata sannan yang artinya “jalan”.

Selanjutnya mengenai definisi al-Sunnah, secara umum dapat dikatakan bahwa al-Sunnah adalah sebuah istilah yang menunjuk kepada jalan Nabi SAW dan para shahabatnya, baik ilmu, amal, akhlak, serta segala yang meliputi berbagai segi kehidupan. Maka, berdasarkan keterangan di atas, ahl al-Sunnah dapat diartikan dengan orang-orang yang mengikuti sunah dan berpegang teguh padanya dalam segala perkara yang Rasulullah SAW dan para shahabatnya berada di atasnya (Ma ana ‘alaihi wa ashabi), dan orang-orang yang mengikuti mereka sampai hari Qiamat. Seseorang dikatakan mengikuti al-Sunah, jika ia beramal menurut apa yang diamalkan oleh Nabi SAW berdasarkan dalil syar’i, baik hal itu terdapat dalam alQur‟an, dari Nabi SAW, ataupun merupakan ijtihad para shahabat.

Adapun al-Jama’ah, berasal dari kata jama’a dengan derivasi yajma’u jama’atan yang berarti “menyetujui” atau “bersepakat”. Dalam hal ini, aljama’ah juga berarti berpegang teguh pada tali Allah SWT secara berjama‟ah, tidak berpecah dan berselisih. Pernyataan ini sesuai dengan riwayat Ali bin Abi Thalib yang mengatakan: “Tetapkanlah oleh kamu sekalian sebagaimana yang kamu tetapkan, sesungguhnya aku benci perselisihan hingga manusia menjadi berjamaa‟ah”.

Satu hal yang perlu dijelaskan adalah walaupun kata al-jama’ah telah menjadi nama dari kaum yang bersatu, akan tetapi jika kata al-jama’ah tersebut di sandingkan dengan kata al-sunnah, yaitu Ahl al-Sunah wa alJama’ah, maka yang dimaksud dengan golongan ini adalah mereka, para pendahulu umat ini yang terdiri dari para shahabat dan tabi‟in yang bersatu dalam mengikuti kebenaran yang jelas dari Kitab Allah dan Sunnah RasulNya.

Istilah Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah sendiri, sebenarnya baru dikenal setelah adanya sabda Nabi SAW, yakni seperti pada hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Abu Dawud. Hadits tersebut yakni, hadits riwayat Ibnu Majah: Dari Anas ibn Malik berkata Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Bani Israil akan berkelompok menjadi 71 golongan dan sesungguhnya umatku akan berkelompok menjadi 72 golongan, semua adalah di neraka kecuali satu golongan, yaitu al-jama’ah”. Istilah tersebut bukan Ahlus Sunnah Wal-Jama’ah tetapi al-jam’ah sebagai komunitas yang selamat dari api neraka. 7 Menurut hemat penulis meskipun secara tersurat penyebutan istilah dalam hadits tersebut adalah aljam’ah, tetapi secara tersirat yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah

Lokasi: Magelang Magelang, Kota Magelang, Jawa Tengah, Indonesia

0 komentar:

Posting Komentar